05 Juni 2009

Refleksi Hari Buku Sedunia, Buku - Budaya Baca

Membaca merupakan salah satu aktivitas yang penting, dengan membaca kita akan memdapatkan banyak manfaat diantaranya menambah pengetahuan, mengetahui perkembangan yang terjadi, memenuhi kebutuhan intelektual, emosional, spiritual serta dapat membentuk karakter diri.



Sering sekali seseorang terutama tenaga pendidik dinilai dari banyaknya buku, jurnal, majalah maupun surat kabar yang dibacanya. Sebab banyak bicara tanpa ada sumber maupun bacaan yang jelas sama saja dengan tong kosong nyaring bunyinya. Apalagi perkembangan informasi cukup pesat, baik cetak maupun elektronik. Jika tidak sering membaca, bisa jadi ketinggalan informasi, sehingga apa yang diinformasikan atau diajarkan kepada orang lain tidak up to date.

Beberapa penelitian tentang minat baca bangsa Indonesia, secara umum cenderung menunjukkan hasil yang rendah. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu; 1) kegiatan membaca masih belum menjadi kebutuhan sehari-hari sebagaimana halnya akan sandang, pangan dan rekreasi. 2) kesulitan menemukan buku yang tepat dan mahalnya harga buku. 3) banyak orang lebih senang melihat siaran TV daripada membaca. 4) rasa malas yang tinggi dari dalam diri untuk membaca, berkunjung ke perpustakaan atau kurangnya promosi perpustakaan kepada masyarakat umum.

Merubah keadaan tersebut tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Sering sekali keberadaan perpustakaan sebagai sumber informasi dan penyedia bahan bacaan, justru dinomor sepuluhkan atau bahkan dilupakan dalam hal anggaran untuk pengembangan. Padahal keberadaan perpustakaan merupakan kunci mencerdaskan bangsa serta sebagai pondasi membangun budaya baca masyarakat.

Membangun budaya baca harus sejalan dengan memberantas buta aksara atau melek huruf. Bagaimana mau membaca kalau tak mengenal huruf ? Menurut data terbaru 2008 masyarakat yang mulai bisa mengenal huruf terus bertambah. Berkurangnya indeks buta huruf ini tentu saja berkah, dengan demikian diharapkan angka kebodohan di negara tercinta ini akan ikut turun.

Dalam Laporan United Nation Development Programm, Indonesia menempati peringkat 96 dalam hal tingkat kemelekhurufan warganya yang mencapai 87,9% dari total jumlah penduduk. Peringkat yang setara dengan Suriname, Bahrain dan Malta ini di bawah peringkat sebagian besar negara Asia Tenggara.

Bisa disebutkan Brunei di peringkat 70 (92,7%), Filipina dan Thailand peringkat 71 (92,6%), Singapura 73 (92,5%), Vietnam 83 (90,3%), Myanmar 88 (89,7%) serta Malaysia 90 (88,7%). Peringkat Indonesia hanya unggul atas Kamboja yang ada di peringkat 129 (73,6%) dan Laos di peringkat 137 (68,7%). Warga buta huruf yang masih tersisa di Indonesia menurut survei tersebut kebanyakan didominasi kaum perempuan, meskipun tidak diketahui mengapa jumlah tersebut lebih tinggi dari kaum pria. Namun angka statistik ini lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya.

Buku = Investasi
Harus disadari membeli buku dan membacanya merupakan investasi yang tak ternilai. Sebab banyak ilmu serta wawasan yang diabadikan dalam bentuk buku. Banyak para ilmuwan maupun pakar mewariskan ilmunya dalam bentuk buku sehingga ketika mereka telah tiada, ilmunya tak akan pudar karena telah terekam didalam sebuah buku. Orang yang gemar membaca dan menginvestasikan sebagian pendapatannya untuk membeli buku akan sangat berbeda dengan orang yang jarang membaca buku.

Orang yang gemar membaca, gaya bicara dan wawasannya akan lebih baik. Namun kenyataan dilapangan buku belum menjadi kebutuhan pokok masyarakat umum sebab harga buku masih tergolong mahal, selain itu masyarakat menganggap masih ada kebutuhan pokok yang lebih penting dari pada buku.

Dalam sejarah peperangan pun sering sekali perpustakaan dihancurkan dan dibakar lawan agar masyarakatnya menjadi bodoh karena buku-buku berisikan ilmu serta sejarah penting telah dibakar sehingga mereka akan kehilangan investasi yang tak ternilai dan tak dapat digantikan dengan yang lainnya.

Lalu, coba bayangkan sekolah atau belajar tanpa buku, bisakah ? mungkin saja bisa namun hasilnya belum tentu maksimal. Seorang guru, dosen dan tenaga pendidik sepintar apapun tetap saja harus membaca buku dalam memberikan pelajaran. Sebab tak mungkin mereka hafal dan mengetahui secara sempurna bidang ilmu mereka. Apalagi perkembangan ilmu dan informasi yang begitu pesat, cepat ditambah lagi adanya buku elektronik. Oleh karena itu sangatlah penting di sekolah digalakan perpustakaan untuk memenuhi buku-buku berkualitas terutama dalam menghadapi Ujian Nasional. Belajar tanpa buku ibarat petani tanpa cangkul. Buku adalah jendela dunia.

Rendahnya Minat Baca
Kemudian berdasarkan data World Bank No. 16369-IND dan Studi IEA (International Association for the Evaluation of Education Achievement) di Asia Timur tahun 2000 ”Kebiasaan membaca anak-anak anak Indonesia peringkatnya paling rendah (skor 51,7). Skor ini di bawah Filipina (52,6), Thailand (65,1), Singapura (74,0) dan Hongkong (75,5). Bukan itu saja, kemampuan anak-anak Indonesia dalam menguasai bahan bacaan juga rendah, hanya 30%. Hasil survei juga menunjukkan minat baca, diukur dari kemampuan membaca rata-rata, para siswa SD dan SMP di Indonesia menduduki urutan ke-38 dan ke-34 dari 39 negara.” Banyak juga anak lulusan SD yang tidak lancar membaca. Dari data diatas menggambarkan bahwa kemampuan maupun minat baca siswa kita masih rendah dibanding dengan negara lainnya.

Ternyata rendahnya budaya baca tidak hanya dikalangan siswa tapi juga terjadi pada masyarakat umum. Menurut Syafik Umar dalam harian Pikiran Rakyat (2004) kebiasaan membaca masyarakat yang rendah dapat diketahui dari jumlah surat kabar yang dikonsumsi masyarakat. Idealnya setiap surat kabar dikonsumsi orang (1:10). Tetapi di Indonesia, sebuah surat kabar rata-rata dibaca oleh 45 orang (1:45). Di Filippina, angkanya adalah 1:30, dan Sri Lanka, rasionya adalah 1:38. Asumsi sementara adalah kemampuan dan minat baca yang rendah sangat erat hubungannya dengan budaya bangsa Indonesia yang mengembangkan teradisi lisan. Maka jelas sudah bahwa rendahnya minat baca tak hanya terjadi dikalangan siswa namun juga terjadi pada masyarakat umum.

Oleh karenanya perlu strategi yang tepat dalam membangun budaya baca di negeri ini. Walaupun pemerintah akhir-akhir ini mulai gencar dalam meningkatkan gemar membaca tetapi akan sia-sia jika tidak direalisasikan dalam bentuk nyata. Jangan sampai gerakan gemar membaca cuma slogan, yang terpenting adalah kegiatan-kegiatan rasional yang berkelanjutan dalam mewujudkan budaya baca masyarakat. Sehingga amat UUD 1945 dalam rangka mencerdaskan bangsa dapat terlaksana dengan baik.

Strategi Membangun Budaya Baca
Membangun kebiasaan membaca menjadi budaya tidaklah mudah sebab harus melibatkan semua kalangan baik keluarga, sekolah, pemerintah maupun masyarakat. Untuk dapat membaca dengan baik, pembaca harus memahami sintaks serta semantik bahasa dan struktur lingustik bahasa. Jika tidak pembaca akan sulit dalam memahami bahan bacaan yang menggunakan bahasa ilmiah. Namun dengan seringnya membaca kesulitan tersebut dapat teratasi dengan sendirinya. Maka untuk membangun budaya baca ada beberapa cara yaitu:

Pertama; Pemerintah maupun penjabat yang terkait harus peduli dan memberikan perhatian lebih pada pengembangan perpustakaan baik dari segi anggaran, pembinaan, kesejahteraan staf, fasilitas maupun layanan sehingga ini akan mendorong masyarakat, siswa dan mahasiswa untuk sering berkunjung dan membaca buku di perpustakaan. Sebaliknya kalau pimpinan tak peduli terhadap pengembangan perpustakaan, yakinlah kualitas lulusan dari perguruaan tinggi tersebut sangat rendah karena hanya menggunakan buku-buku yang tidak memenuhi standar dan sudah usang. Begitu juga dengan perpustakaan umum harus gencar promosi mengajak masyarakat untuk membaca.

Kedua; perlunya peran penting orangtua dalam membiasakan anak membaca yang dimulai dari keluarga. Misalnya; kebiasaan orangtua membacakan dongeng dari buku waktu santai maupun sebelum tidur, kebiasaan orangtua mengisi waktu senggang dengan membaca, membiasakan membaca buku setiap hari, kebiasaan membeli surat kabar atau majalah, memberikan kado berupa buku serta kebiasaan orangtua mengajak anaknya ke toko buku atau pameran buku. Mengurangi jam melihat siaran TV terutama yang kurang mendidik dan diganti dengan waktu membaca. Sehingga akan terbangun kecintaan anak terhadap buku.

Ketiga; sekolah harus mewajibkan siswanya membaca minimal satu buku setiap hari baik melalui perpustakaan atau buku-buku pelajaran yang dimilikinya. Guru dapat memberikan tugas yang tujuannya membangun minat membaca siswa. Pembangunan perpustakaan sekolah juga harus menjadi perhatian sebab banyak sekolah yang tak punya perpustakaan. Berikan hadiah bagi mereka yang gemar membaca.

Keempat
; perlunya kampanye kebiasaan membaca, seperti membuat bulan membaca, hari wajib kunjungan perpustakaan, peduli buku, pesta buku, lomba membaca cepat atau yang lainnya yang dapat memotivasi seseorang jadi suka membaca. Bawalah buku kemana anda pergi, jadikan kunjungan ke perpustakaan sebagai kunjungan rutin. Terus membangun Taman Bacaan Masyarakat, Warung pintar, Perpustakaan keliling dan lainnya.

Apapun cara yang dilakukan dalam mengembangkan atau membangun budaya baca masyarakat harus ada kerjasama dari semua pihak baik keluarga, sekolah, pemerintah, masyarakat maupun lembaga lainnya. Jika tidak, akan terjadi kepincangan yang akhirnya budaya baca hanya sekedar wacana. Sangat disadari bahwa kebiasaan membaca belum mampu menandingi kebiasaan menonton siaran TV yang masih memdominasi di masyarakat.

Tak bisa dipungkiri siaran TV merupakan media yang tercepat dalam menyampaikan berita dengan sajian yang menarik baik suara, gambar dan lainnya. Walaupun demikian, tetap saja buku merupakan investasi, dengan membaca banyak menguasai informasi dan semakin cerdas. Orang yang menguasai informasi akan menguasai dunia. Semoga !

0 komentar:

 
Gerakan Membaca © 2007 Template feito por Templates para Você